Hadits Palsu
”Lima hal yang membatalkan orang
berpuasa, dan membatalkan wudlu. Berbohong, mengumpat, mengadu domba,
melihat lawan jenis dengan syahwat, dan sumpah palsu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu
al-Fath al-Azdi dalam kitabnya al-Dhu’afa wa al-Matrukin, dan al-Dailami
dalam Musnad al-firdaus, berasal dari Anas bin Malik. Imam al-Suyuti
menyatakan bahwa Hadits ini dha’if. Sementara para ahli Hadits lain,
seperti Abu Hatim, Ibn al-Jauzi, al-Iraqi dan al-Dzahabi menilai Hadits
ini palsu. Hadits ini juga tercantum dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din,
Hadits ini palsu. Juga tercantum dalam kitab Durroh al-Nashihin karya
Utsman al-Khubbani, tanpa menyebutkan kualitasnya. Penilaian al-Suyuti
ini tidak bertentangan dengan penilaian para ahli Hadits yang lain,
karena Hadits palsu itu bagian dari Hadits dha’if.
Kepalsuan Hadits ini cukup parah,
karena di dalam sanadnya terdapat rawi-rawi pendusta. Mereka itu antara
lain Sa’id bin Anbasah, Muhammad bin al-Hajjaj al-Himshi dan Jaban.
Menurut kritikus Hadits Imam Yahya bin Ma’in, Sa’id bin Anbasah adalah
pendusta. Begitu pula menurut kritikus Hadits al-Iraqi. Sementara
Muhammad bin al-Hajjaj al-Himshi menurut al-Azdi tidak boleh ditulis
Haditsnya. Sedangkan Jaban menurut al-Dzhabi tidak dikenal identitasnya,
bahkan menurut al-Azdi, Jaban adalah matruk al-Hadits (Haditsnya
matruk, semi palsu).
Dalam disiplin ilmu Hadits, apabila
dalam sanad sebuah Hadits terdapat satu rawi saja yang pendusta, maka
Hadits itu dapat dinilai sebagai Hadits palsu atau Hadits semi palsu.
Dan dalam Hadits pembatal puasa ini rawi-rawi yang lemah itu lebih dari
satu orang. Karenanya, kualitas Hadits ini sangat parah, sangat palsu,
karena rawi-rawi yang pendusta lebih dari satu orang. Ini belum ditambah
rawi lain yang terdapat dalam sanad Hadits tersebut, yang juga lemah,
seperti Baqiyah, kendati tidak separah yang lain.
Matannya Juga Lemah
Disamping
lemah dari segi sanadnya, Hadits ini juga lemah dari segi matannya. Hal
itu, karena Hadits itu menyebutkan bahwa perbuatan bohong, mengadu
domba, mengumpat, melihat lawan jenis dengan syahwat dan bersumpah palsu
adalah membatalkan puasa dan wudlu’.
Dalam kitab-kitab fiqih (hukum
Islam), tidak ditemukan keterangan bahwa berbohong dan sebagainya itu
membatalkan wudlu’. Apabila perbuatan-perbuatan itu tidak membatalkan
wudlu’, maka hal itu juga tidak membatalkan puasa. Karena wudlu’ di situ
disebutkan satu rangkaian dengan puasa.
Menghancurkan Pahala
Kendati Hadits itu palsu dan tidak
dapat dijadikan dalil sama sekali, namun lima perbuatan itu tetap
dilarang oleh agama. Karena perbuatan tersebut akan mendatangkan dosa,
dan dosa dapat menghancurkan pahala ibadah.
Karenanya, meskipun Hadits itu
palsu, namun hal itu tidak berarti ketika sedang berpuasa kita boleh
berbohong dan sebagainya. Lima perbuatan itu tetap tidak boleh
dikerjakan, baik kita sedang berpuasa maupun sedang tidak berpuasa. Hal
itu karena ada Hadits lain yang shahih yang melarang perbuatan tersebut.
(Dikutip dari Buku ”Hadis-hadis Bermasalah”, karya Ali Mustofa Yakub, Penerbit: PT. Pustaka Firdaus, Jakarta, hal. 182-184)