Selasa, 15 Mei 2012


http://images.detik.com/content/2012/05/14/10/angga-tirta2.jpg

Angga Tirta (27) bukan seorang pendaki gunung. Tapi dengan tekad yang kuat dia bisa bertahan mendaki Gunung Salak bersama tim evakuasi korban Sukhoi Superjet 100. Ayah Angga, Aan Husdiana, adalah salah satu penumpang Sukhoi nahas itu.

Kepada detikcom, Senin (14/5/2012), Angga (27) menuturkan kisahnya. Mulai dari titik awal pendakian di kawasan Cidahu, hingga sampai ke puncak Gunung Salak di ketinggian 2.100 meter.

Berikut kronologi pendakian Angga:

- Rabu (9/5) sore, Angga baru mendengar kabar Sukhoi yang ditumpangi ayahnya lost contact. Ayahnya, Aan, yang merupakan seorang pilot di Kartika Airlines menjadi salah satu penumpang pesawat. Kartika Airlines merupakan calon konsumen Sukhoi.

- Rabu malam, Angga bersama kakak ayahnya dan keluarganya, total ada 6 orang, berangkat menuju Pos Cidahu. Keluarga besar Angga ingin tahu langsung kepastian nasib Sukhoi itu.

- Kamis (10/5) dini hari, dia bersama keluarganya tiba di Pos Cidahu. Muncul niat Angga untuk ikut mencari ayahnya.

- Kamis pagi, Angga bersama TNI AD ikut mendaki menuju Puncak Gunung Salak. Dia mendengar kabar, untuk menuju lokasi, perlu perjalanan sekitar 2-3 jam. Angga membulatkan tekad ikut.

"Saya tidak membawa apa-apa, hanya jaket, dan sebotol air mineral," terang Angga.

Perjalanan mendaki Gunung Salak menempuh medan yang berat. Angga menahan untuk tidak meminum air mineral yang dia bawa. Dia berjaga-jaga untuk perjalanan panjang.

"Ternyata kalau saya minum air, saya bisa keram. Itu aturan pendaki gunung," imbuhnya.

Tanpa bekal logistik, Angga berjalan menuju lokasi di puncak. Jalur yang belum dibuka membuat perjalanan menjadi lama. Angga mengaku selalu teringat bau-bauan ayahnya sehingga dia kuat. Dalam pendakian itu, dia kehilangan sepatunya yang jebol.

Angga bersyukur dalam perjalanan melelahkan itu, dirinya mendapat kemudahan-kemudahan. "Alhamdulillah, saat saya butuh air, menemukan mata air. Dan sempat makan daun pakis, sebelum akhirnya bertemu Tim Marinir yang memberi ransum," imbuh Angga.

- Kamis malam, Angga bermalam di kawasan Puncak Gunung Salak. Sebelumnya di perjalanan bertemu Tim Marinir yang memberikan bantuan logistik. Angga tidur beralaskan kantung jenazah yang dibawa TNI.

- Jumat (11/5) pagi, Angga salat subuh dan berdoa agar mendapat petunjuk keberadaan ayahnya. 'Mukjizat' pun datang, dia mendapat petunjuk bahwa ayahnya berada di jurang jauh di bawah. Petunjuk itu kemudian diberikannya kepada Tim Marinir.

- Jumat pukul 07.20 WIB, Tim Marinir turun ke jurang. Angga sempat meminta ikut turun, namun Tim Marinir meminta dia menunggu di atas. Untuk turun ke jurang membutuhkan tali. Dan benar, ternyata sejumlah korban Sukhoi ada di jurang itu. Ti Marinir juga menemukan SIM ayah Angga atas nama Aan Husdiana.

"Saya sudah cukup puas dengan itu. Walau sebenarnya saya ingin menemukan cincin atau benda yang lain. Tapi sudah cukup," imbuhnya.

- Jumat sore, setelah melihat tim Marinir membawa SIM ayahnya, Angga cukup puas. Dia akhirnya memutuskan turun bersama tim Marinir. Angga mengucapkan terima kasih kepada Tim TNI AD dan Tim Marinir, relawan serta Basarnas yang memberi bantuan.

"Sekarang kami berharap identifikasi bisa cepat dan akurat," tutur Angga, putra sulung almarhum Aan.


Bau Petai & Jengkol Semangati Angga Cari Ayahnya di Gunung Salak

'Mukjizat' seolah menyapa Angga Tirta (27). Tekad kuatnya mencari ayahnya, Aan Husdiana, salah satu korban Sukhoi membuatnya kuat mendaki Gunung Salak. Padahal sebelumnya Angga tak pernah punya pengalaman mendaki gunung.

"Ayah saya itu humoris, saya mencium ada bau jengkol dan pete. Buat saya itu petunjuknya. Saya jadi kuat, dan bau itu membuat saya ingin ketawa," kata Angga menceritakan pengalamannya kepada detikcom, Senin (14/5/2012).

Bau-bauan itu dia cium kala mendaki Gunung Salak. Kedua makanan itu kegemaran ayahnya. Angga melakukan pencarian di Gunung Salak pada Kamis (10/5) pagi. Dia bersama keluarga paman-pamannya, berangkat dari Jakarta Rabu (9/5) malam. Angga dan rombongan tiba di Pos Cidahu pada Kamis dini hari.

Sebenarnya Angga tidak berniat ikut, namun setelah sampai di Pos Cidahu, dia memutuskan ikut untuk mencari ayahnya yang juga pilot di Kartika Airlines.

"Saya hanya membawa jaket, air minum, dan sepatu kets," jelasnya.

Awalnya, diperkirakan jarak menuju koordinat jatuhnya Sukhoi hanya sekitar 2-3 jam, namun Angga malah mendaki hingga dua hari dan bermalam di gunung.

"Sepatu saya jebol. Saya diberi sandal gunung, kemudian sandal itu juga rusak, kemudian diberi sandal lagi. Hingga akhirnya 10 km menuju lokasi saya tidak memakai alas kaki," tuturnya.

Tekad kuat untuk mencari ayahnya tertanam di dada. Walau dia dan keluarga menyadari risiko pesawat jatuh yakni kehilangan ayahnya, namun harapan selalu ada bahwa ayahnya masih hidup.

"Saya naik bersama tim TNI AD, kita sempat makan daun pakis karena kehabisan logistik. Saya juga tidur beralaskan kantung jenazah yang dibawa TNI," kisahnya.

Beruntung bersama tim TNI AD, mereka bertemu dengan Tim Marinir di salah satu titik di puncak Gunung Salak. Tim Marinir yang memiliki logistik memberi Angga ransum.

"Pada Jumat pagi, tim Marinir menyarankan saya agar saya membuka mata batin, berdoa agar diberi petunjuk lokasi. Anggota keluarga akan mudah untuk diberi petunjuk. Saya salat subuh, kemudian berdoa dan seperti diberi petunjuk. Ayah menyuruh saya pulang dan menitip salam ke ibu. Saat itu saya bertanya di mana lokasi ayah, dan diberitahu berada di lereng," tuturnya.

Angga akhirnya memberi petunjuk itu ke tim Marinir bahwa ada petunjuk di lereng. Tim Marinir kemudian turun ke lereng dan menemukan SIM ayahnya.

"Saya sudah cukup puas dengan itu. Walau sebenarnya saya ingin menemukan cincin atau benda yang lain. Tapi sudah cukup," imbuhnya.

Perjalanan menuju lokasi sangat berat. Angga beruntung, bantuan selalu datang. Ketika dia haus ada mata air yang ditemukan, ketika kelaparan dan sempat makan daun pakis, akhirnya bertemu tim Marinir.

"Alhamdulillah, selalu ada yang membantu," katanya.

Setelah melihat SIM ayahnya akhirnya Angga turun ke bawah. Diantar tim Marinir dia menuruni lereng. Sampai di pos di bawah, dia diantar truk Brimob. Sang sopir truk itu sempat memberinya sandal yang sekarang masih dia simpan.

"Saat naik, saya ingat ayah. Pas turun saya ingat istri saya di rumah. Keluarga semua sudah ikhlas," tuturnya.

(ndr/nrl)


sumber : http://www.klikunic.com/2012/05/kisah-angga-berjuang-mendaki-gunung.html#ixzz1uzUY2N25

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!