Kamis, 08 Desember 2011


Oleh : Dr. Iwan Hermawan, M.Pd.

Tidak terasa kota Bandung saat ini berusia 194 tahun, suatu usia yang tidak muda lagi bagi sebuah kota. Kemajuan di berbagai bidang kehidupan dari hari ke hari semakin nampak dan menjadi salah satu barometer kemajuan di negeri ini. Beragam peristiwa sedih, senang, tragis bahkan membanggakan terjadi silih berganti menghiasi lembaran sejarah perjalanan kota yang berjuluk “Parjs van Java”.
Sebagai salah satu kota di Nusantara, kota Bandung sejak dulu sudah dikenal dan menjadi kebanggan bagi banyak orang tidak hanya warga kota tetapi juga orang-orang yang pernah datang dan berkunjung ke kota ini. Mereka semua bangga menjadi bagian dari warga kota atau orang yang pernah mengunjungi kota ini.
Sebelum pembangunan jalan raya Pos pada jaman pemerintahan gubernur jenderal Daendels (1808-1811), Bandung hanyalah sebuah kampung kecil di tengah belantara hutan tropis yang dikenal dengan sebutan Tatar Ukur. Titik tolak pembangunan Bandung baru dimulai pada tahun 1810 setelah Daendels mengeluarkan Surat Perintah untuk memindahkan ibukota Kabupaten Bandung yang berada di Krapyak (+ 11 km selatan jalan raya pos) ke tepi jalan raya pos (Grote Postweg). Pemindahan Ibu kota kabupaten tersebut telah menjadikan wajah tatar ukur berubah secara drastis menjadi sebuah kota yang ramai dan terkenal di penjuru nusantara.
Pembangunan di berbagai bidang kehidupan telah merubah sebuah keberadaan sebuah kampung kecil di tengah hutan yang penuh dengan rawa menjadi sebuah negeri impian para pengadu nasib. Mereka tidak hanya datang dari daerah sekitar, melainkan juga datang dari berbagai penjuru nusantara. Semuanya berupaya ingin menjadi bagian dari kemilaunya kota impian.

Bandung Tempo Dulu
Pada awal pendiriannya, Bandung atau Tatar Ukur dibangun sebagai pusat pemerintahan kabupaten Bandung sebagai bentuk perealisasian perintah Gubernur Jenderal Belanda saat itu, HW. Daendels, yang memerintahkan ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Krapyak ke daerah yang dilewati jalan raya Pos.
Pertumbuhan kota Bandung semakin pesat, hal ini ditandai dengan didirikannya berbagai infrastruktur pendukung sebuah kota. Semakin lengkapnya infrastruktur kota dan keadaan lingkungan yang memadai menjadikan kota ini dipilih menjadi ibukota karesidenan Priangan pada tahun 1856 menggantikan Cianjur yang realisasi pemindahannya secara resmi baru dilakukan pada tahun 1864.
Setelah ibukota karesidenan pindah dari Cianjur ke Bandung, pada tanggal 1 April 1906 kota Bandung kembali ditingkatkan statusnya menjadi sebuah kota praja (Gemeente) yang dipimpin oleh seorang Walikota. Penetapan ini dilakukan pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal JB Van Heitz melalui ordonansi tertanggal 21 Februari 1906. Duapuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1926, status kota Bandung kembali meningkat menjadi Stadsgemeente (pemerintahan kota besar).
Hasil penelitian HF. Tillema, seorang ahli kesehatan lingkungan dari Semarang pada tahun 1916, menunjukkan lingkungan Batavia (Jakarta) sudah tidak cocok lagi sebagai pusat pemerintahan dan disarankan untuk segera pindah ke kota yang mempunyai lingkungan mendukung. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kota Bandung sebagai kota yang cocok sebagai pusat pemerintahan baru menggantikan Batavia. Wacana tersebut segera mendapat dukungan dari berbagai pihak dan mulai direalisasikan, yaitu melalui pembangunan berbagai fasilitas pendukung, terutama gedung-gedung perkantoran pemerintah dan swasta. Namun sayang, akibat terjadinya krisis perekonomian di negeri Belanda yang juga berpengaruh kepada daerah jajahannya pada tahun 1930-an maka rencana pemindahan ibukota Hindia Belanda menjadi tertunda dan pada akhirnya tidak jadi dilaksanakan karena pemerintahan kerajaan Belanda harus menyerahkan tanah jajahannya kepada Jepang. Pada akhirnya hingga sampai saat ini Bandung hanya menjadi Ibukota Provinsi Jawa Barat.
Tidak hanya infrastruktur kota yang dibangun, pendidikan menjadi pusat perhatian pemerintahan Bandung. Sejak pertengahan abad ke 19 di kota Bandung telah didirikan berbagai pendidikan modern dan pada awal abad ke 20 keberadaan kota Bandung sebagai kota Pendidikan semakin kuat dengan didirikannya Technische Hogesschool (TH) pada tahun 1920. Selain itu untuk meningkatkan pendidikan kaum perempuan, Raden Dewi Sartika merintis pendirian sekolah khusus perempuan yang diberi nama Sakola Kautamaan Istri dengan pelajaran yang diajarkan lebih terfokus pada keterampilan kaum perempuan.
Keindahan kota Bandung tidak hanya ditampilkan melalui gedung-gedung dengan arsitektur menawan tetapi juga dengan keberadaan taman dan ruang terbuka hijau yang tertata dengan apik di berbagai sudut kota. Pemberian label pada setiap tumbuhan yang ditanam di setiap taman dan ruang terbuka hijau telah menjadikan taman sebagai tempat belajar disamping sebagai tempat rekreasi, karena melalui label tersebut warga dapat belajar tentang banyak hal yang berkaitan dengan tanaman. Demikian pula halnya dengan para guru, mereka dengan mudah mengenalkan jenis-jenis tumbuhan yang berada di lingkungan dengan cara mengajak mereka belajar sambil berwisata di taman kota.

Bandung Sekarang
Tidak berbeda jauh dengan tempo dulu, Bandung saat ini merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi idaman para migran. Beribu orang tiap tahunnya datang dari berbagai penjuru negeri untuk mengadu nasib di kota ini, akibatnya jumlah penduduk Bandung dari hari ke hari semakin meningkat dengan pesat dan terus berkembang melebihi jumlah ideal penduduk sebuah kota. Bandung menjadi kota yang berpenduduk terpadat di Indonesia bahkan di dunia. Bandung menjadi kota yang heurin ku tangtung dan Hese usik-usik acan, bahkan ada sebagian orang yang mengatakan di Bandung hese hitut-hitut acan.
Terus meningkatnya jumlah penduduk kota menyebabkan gagasan para pendahulu untuk membangun Bandung dengan konsep kota taman (Tuisnstad) yang digagas oleh Ir. Thomas Karsten saat ini menjadi hancur berantakan dan tidak mungkin untuk diwujudkan kembali sebagaimana awal pembangunan kota. Keberadaan taman kota yang indah dan kawasan terbuka hijau tempat bermain anak-anak serta orang dewasa sebagian telah beralih fungsi menjadi berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan warga kota.
Selain kawasan terbuka hijau yang dirambah, bangunan-bangunan tua dan berbagai monumen yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah kota Bandung juga turut digusur diganti dengan bangunan baru yang kaku sebagai wujud kota modern. Akibatnya, banyak warga kota tidak mengenal bagaimana wujud kota ini dahulu, bahkan mereka, terutama generasi muda, tidak percaya bahwa dari Bandung pernah memperoleh penghargaan sebagai model kota kolonial (Kolonialstad) disamping kota Hiderabad di India. Kenyataan ini terjadi sebagai akibat dari hilangnya bangunan-bangunan tua di kota Bandung dan berganti dengan bangunan baru.
Jumlah penduduk Bandung yang telah melewati ambang jumlah ideal sebuah kota berpengaruh pula pada jumlah kendaraan yang melanju tiap hari menyusuri jalanan kota. Dari waktu ke waktu jumlah kendaraan terus meningkat dan hal ini tidak didukung dengan kondisi jalan di kota Bandung yang tidak lebar dan banyak persimpangan, akibatnya kemacetan menjadi hal yang biasa bahkan telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan warga kota Bandung sehingga muncul pemeo di tengah masyarakat, “kalau tidak macet bukan Bandung”. Selain itu, hak pejalan kaki untuk bisa menyusuri jalanan juga banyak yang tersita, trotoar banyak yang dipersempit bahkan dihilangkan demi kepentingan pelebaran jalan serta tidak sedikit trotoar yang beralih fungsi menjadi kios-kios pedagang kaki lima.

Bandung di Masa depan
Pada awal pertumbuhannya, sejarah telah membuktikan aparat pengelola kota melalui kerja nyata dan dukungan penuh dari warganya telah mampu mengaktualkan motto Ex Undis Sol (Matahari Bersinar diatas Gelombang) dalam bentuk berbagai prestasi dan penghargaan yang diraih serta sanjungan yang diperoleh dari banyak kalangan yang mampu membuat bangga tidak hanya penduduk kota semata, melainkan juga orang-orang yang pernah datang mengunjungi kota Bandung. Berbagai sanjungan dan julukan diperoleh kota ini seperti Parijs van Java, The Garden of Allah, kota Kembang dan berbagai kata pujian serta sanjungan lainnya yang membuat bangga penghuninya hingga saat ini.
Bagi kemerdekaan Indonesia, kota Bandung mempunyai peranan yang sangat penting, karena berbagai peristiwa yang memperlihatkan jiwa nasionalisme bangsa Indonesia diperlihatkan di kota ini. Tokoh-tokoh besar seperti Ir. Sukarno, Ki Hajar Dewantara, Ir. Juanda, Dr. Setyabudi dan banyak pejuang lainnya memulai karir politiknya di kota ini. Sehingga tidak keliru jika banyak orang yang menjuluki Bandung sebagai kota perjuangan.
Saat ini ketika kota Bandung berulang tahun ke 194, Bandung bukan lagi sebuah kampung kecil di tengah belantara di kaki Tangkubanparahu atau sebuah kota kolonial dengan taman-tamannya yang indah dan bangunannya yang berdiri megah, melainkan sebuah salah satu kota besar dengan penduduk terpadat di Indonesia bahkan menjadi salah satu kota terpadat di dunia. Perkembangan kota yang terus terjadi ke berbagai arah menjadikan kota ini sebagai salah satu metropolitan baru di negeri ini yang jika tidak direncanakan dengan baiik dan dikelola secara maksimal bukan tidak mustahil akan menjadi sebuah kota yang semrawut dan paling tidak karuan. Hal ini disebabkan beban yang harus dipikul kota Bandung akan semakin berat seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk kota.
“Hari ini ada setelah melewati kemarin, dan esok akan datang jika melalui hari ini”. Ungkapan ini menunjukkan untuk mempersiapkan Bandung yang lebih di masa yang akan datang kita harus memulainya dari hari ini dan kita juga harus belajar dari masa lalu agar tidak jatuh kedua kalinya di lubang yang sama. Keindahan Bandung masa lalu yang sering diceritakan dan dibanggakan orang tua kita bukan hanya menjadi buaian dan pelipur belaka, tetapi justru harus mampu menjadi inspirasi bagi bagi kita dalam mempersiapkan hari esok yang lebih baik dan mengembalikan kejayaan masa lalu di masa sekarang dan masa yang akan datang.
Semua upaya membangun Bandung ke arah yang lebih baik akan tercapai jika semua langkah nyata dilakukan dengan kesadaran semua pihak dan dilaksanakan secara maksimal, bukan hanya demi keuntungan proyek atau sekedar retorika dan lips service semata. Semoga melalui berbagai upaya tersebut, Bandung yang bermartabat dapat diwujudkan dalam realita kehidupan bukan sekedar ide belaka.
sumber :  http://iwan1772.blogspot.com/2009/01/bandung-dulu-kini-dan-masa-depan.html

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!