Kamis, 08 Desember 2011

Catatan tentang Selokan di ibu kota
Nasib trotoar hampir sama dengan nasib selokan di ibu kota. Ya selokan yang memperlacar jalannya air. Selokan kini tak terawat. Kalau banjir baru kewalahan. Entah mengapa masyarakat kota mengabaikan perawatan selokan. Di depan rumah kami, ada selokan setinggi 1 meter dan lebar lebih kurang 75 cm hingga 1 meter. Kami membersihkannya minimal sekali sebulan. Air pun berjalan lancar. Sayangnya saluran lain yang berhubungan dengannya tidak terawat. Akibatnya, aliran air tak lancar. Sampah-sampah berserakan dari saluran seberang.
Sekali lagi selokan yang mengalirkan air di ibu kota. Berapa jumlah masyarakat yang peduli dengan selokan? Kalau musim banjir segera tiba, pemerintah mulai membenahi selokan-selokan di pinggir jalan dan kompleks perumahan. Bahu membahu bersama masyarakat. Sayangnya, kadang-kadang upaya ini terlambat. Banjir datang menembus pintu rumah warga sebelum selokan ini dirawat.
Memang manusia serakah. Manusia merampas hak air mengalir di jalannya. Manusia serakah menjadiakn jalanan air tiu bak kotak sampah. Segala yang tidak digunakan dibuang begitu saja ke selokan. Andai air punya mulut akan ada protes besar-besaran. air tak punya mulut tetapi punya kaki. Dia mendatangi rumah-rumah warga yang menghadangnya. Menembus isi rumah membasahi perabot rumah, menerjang semua yang terapung. Itulah sifat air, dihadang tak mempan, malah ia mencari tempat terendah untuk mencari jalan keluar.
Lihatlah selokan-selokan di pinggir perumahan padat di ibu kota. Selokan bak tong sampah yang bisa menampung apa saja. Manusia begitu sadis. Wahai manusia rawatlah jalan ini jika engkau tak ingin dijamah. air punya hak melalui jalannya, jangan hadang dia, biarkan dia jalan tenang, tak menyenggol  apa yang dimiliki manusia.
sumber : http://green.kompasiana.com/polusi/2011/12/07/kembalikan-kebersihan-selokan-kami%E2%80%A6/

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!