Minggu, 18 Desember 2011


Meskipun memiliki kekayaan alam yang sangat indah, dan memiliki kekayaan emas yang sangat besar serta terbesar di dunia yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport McMoRan Copper & Gold. Namun apa yang terjadi, kemiskinan, minimnya infrastruktur yang memadai, kesehatan yang belum terjamin secara maksimal dan pendidikan yang tidak merata serta terjamin.

Beberapa alasan logis :

Pertama, para walikota dan bupati di Papua lebih senang berana di Jakarta daripada berada di Papua. Mereka para walikota dan bupati lebih senang bekerja di Jakarta daripada bekerja di daerahnya masing-masing. Inilah yang diungkap dari Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya yang merupakan tokoh Papua dan juga Rektor Universitas Cendrawasih menjelaskan dengan konkrit uneg-unegnya.

Kedua, di Papua telah diberikan UU Otonomi Khusus (otsus) namun ternyata pejabat Papua masih harus melaksanakan UU No. 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Nah ini juga sekaligus mereka melaksanakan dua undang-undang tersebut, akibatnya mereka banyak bekerja di Jakarta.

Ketiga, laporan pertanggungjawaban daripada dana otonomi khusus, yang per tahun dikucurkan Rp 3 triliun tidak jelas, dan ini telah 10 tahun dalam pelaksanaan otonomi khusus. Namun demikian, tidak adanya pertanggunjawaban yang jelas dari para walikota dan bupati yang diberi amanat dalam melaksanakan program pembangunan Papua.

Ini jugalah yang harus diperhatikan. Mengapa? Karena selama 10 tahun pelaksanaan otonomi khusus, masyarakat Papua sendiri tidak mengetahui apa program dari dana otonomi khusus yang digulirkan pemerintah pusat untuk pembangunan di Papua.

Keempat, tidak adanya LSM maupun aktivis yang berani secara tegas membeberkan tentang korupsi ataupun kebobrokan dalam penggunaan anggaran otonomi di Papua. Mengapa? Karena kita mengetahui, bahwasanya walikota dan bupati yang menjabat di Papua adalah putra daerah di sana.

Karena itu, apapun yang terjadi tentunya masyarakat Papua akan membela pejabatnya yang menduduki posisi strategis, meskipun mungkin saja adanya penyelewengan dalam penggunaan anggaran.

Maaf, saya bukan berpikiran negatif, namun hal ini perlu dilakukan pembuktian terbalik. Sebab, bagaimana mungkin anggaran otsus yang dikucurkan begitu besar bagi Papua namun tidak berdampak secara signifikan bagi kesejahteraan, kesehatan, infrastruktur dan juga pendidikan di Papua. Tentu ini pasti menjadi tanda tanya besar. Buka begitu?

Keempat, selama 10 tahun berjalan otonomi khusus di Papua, pemerintah pusat dalam hal ini tidak pernah memberikan evaluasi secara kontinue terkait pelaksanaan otonomi khusus dan juga penguliran anggaran otsus itu digunakan untuk program apa saja dan bagaimana implimentasinya selama berlangsungnya pelaksanaan otsus itu.
sumber : http://forum.detik.com/papua-tak-kaya-kaya-ini-alasannya-t312346.html

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!