Minggu, 12 Februari 2012


1328915162705587697
Ilustrasi/Admin (Shuttestock)


Melihat geliat para pejabatmu ya tuan Presiden
terpanggilku tuk tuliskan puisi ini
betapa sikap mereka seperti dewa
yang berdiri di atas semboyan-semboyan yang tak bisa ditawar

Kan kusinggahi istanamu ya tuan Presiden
kan kubawakan sebakul buah dari desa
yang kupikul lewati trotoar tak ramah
dengan keringat yang siap diperas
sebab terik matahari begitu menyengat kotamu

Di tengah protes kaum terpelajar
gerombolan berseragam muncul dari pelataran istanamu
bak penyamun terlatih memperkosa diriku dengan rakusnya
sebakul buah ini tumpah ruah

Aku bukan demontrans yang memprotes kebijaksanaan
namun segerombolan srigala lapar menatapku curiga
“Di manakah keadilan?” tanyaku pada mereka

Aku tersungkur hilang arah
gelap baik buruk dosa
silih berganti mengisi samarku
yang kudengar hanya suara-suara penuh belatung

Tercampakku di tepi istanamu ya tuan Presiden
jiwa ini tersadar mencari pijakan
rohku mengembara mencari Tuhan

Pulang ke desa adalah pilihan
tuan Presiden aku sampaikan salam kemiskinan
akan kuajak kerabatku untuk berburu
mencari garudaku yang hilang
di manakah kau sembunyikan tuan Presiden?


0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!