Catatan tentang Selokan di ibu kota
Nasib trotoar hampir sama dengan nasib
selokan di ibu kota. Ya selokan yang memperlacar jalannya air. Selokan
kini tak terawat. Kalau banjir baru kewalahan. Entah mengapa masyarakat
kota mengabaikan perawatan selokan. Di depan rumah kami, ada selokan
setinggi 1 meter dan lebar lebih kurang 75 cm hingga 1 meter. Kami
membersihkannya minimal sekali sebulan. Air pun berjalan lancar.
Sayangnya saluran lain yang berhubungan dengannya tidak terawat.
Akibatnya, aliran air tak lancar. Sampah-sampah berserakan dari saluran
seberang.
Sekali lagi selokan yang mengalirkan air
di ibu kota. Berapa jumlah masyarakat yang peduli dengan selokan? Kalau
musim banjir segera tiba, pemerintah mulai membenahi selokan-selokan di
pinggir jalan dan kompleks perumahan. Bahu membahu bersama masyarakat.
Sayangnya, kadang-kadang upaya ini terlambat. Banjir datang menembus
pintu rumah warga sebelum selokan ini dirawat.
Memang manusia serakah. Manusia merampas
hak air mengalir di jalannya. Manusia serakah menjadiakn jalanan air
tiu bak kotak sampah. Segala yang tidak digunakan dibuang begitu saja ke
selokan. Andai air punya mulut akan ada protes besar-besaran. air tak
punya mulut tetapi punya kaki. Dia mendatangi rumah-rumah warga yang
menghadangnya. Menembus isi rumah membasahi perabot rumah, menerjang
semua yang terapung. Itulah sifat air, dihadang tak mempan, malah ia
mencari tempat terendah untuk mencari jalan keluar.
Lihatlah selokan-selokan di pinggir
perumahan padat di ibu kota. Selokan bak tong sampah yang bisa menampung
apa saja. Manusia begitu sadis. Wahai manusia rawatlah jalan ini jika
engkau tak ingin dijamah. air punya hak melalui jalannya, jangan hadang
dia, biarkan dia jalan tenang, tak menyenggol apa yang dimiliki
manusia.
sumber : http://green.kompasiana.com/polusi/2011/12/07/kembalikan-kebersihan-selokan-kami%E2%80%A6/
0 komentar:
Posting Komentar